RESENSI
Identitas Buku :
Judul Buku : My Salwa My Palestine
Pengarang : Ibrahim Fawal
Penerbit : Mizania
Tahun terbit : mei 2007
Jumlah Halaman : 586
Ibrahim Fawal menuturkan kisah memilukan terusirnya sebuah bangsa dari tanah air yang telah ribuan tahun mereka diami. Fawal seakan-akan melantunkan nyanyian duka puluhan ribu penduduk Palestina yang dibantai, diperkosa, kehilangan rumah dan keluarga, bahkan kehilangan pandangan hidup karena situasi politik yang nyatanya masih berlangsung hingga saat ini. Bersama dengan itu pecahlah kedamaian antarumat Kristen, Islam, dan Yahudi, yang sebelumnya hidup miskin beratus-ratus tahun di Palestina.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Yousif Safi dan Salwa. Di tengah-tengah gejolak politik Palestina, cinta dua orang muda ini juga sedang bergolak karena tidak mendapat restu orang tua Salwa. Yousif Safi memiliki dua orang sahabat, Amin dan Isaac. Tiga sahabat ini melawati sekolah dasar dan sekolah lanjutan berama-sama. Bersama pula mereka telah tumbuh dari masa bercelana pendek dan bercelana panjang, belajar menghargai perempuan, dan bersenang-senang menangkap burung di gunung. Yousif, Amin, dan Isaac berasal dari latar belakang yang berbeda. Yousif beragama Kristen dan anak tunggal seorang dokter yang paling terkenal di kota dan tak ada yang ragu bahwa ia kaya. Amin seorang Muslim dan anak seorang pembelah batu dan seluruh keluarganya tinggal dalam sebuah rumah berkamar satu di distrik paling tua. Isaac seorang Yahudi dan anak pedagang kain di sebuah toko kecil. Perbedaan di antara ketiganya tidak melunturkan persahabatan mereka. Namun, persahabatan itu akhirnya hancur tak bersisa ketika terjadi pergolakan masyarakat Palestina karena resolusi yang telah diputuskan PBB. Isaac yang notabene seorang Yahudi harus bergabung dengan Zionis untuk melawan Arab, yang di dalamnya ada Yousif dan Amin. Yousif tidak begitu saja setuju untuk angkat senjata melawan Zionis. Yousif yang notabene seorang pelajar yang cerdas menginginkan adanya jalan diplomasi dengan pihak Zionis. Dia menyadari angkat senjata melawan Zionis hanya menyisakan badan-badan tak bernyawa. Namun, perang akhirnya pecah juga. Yousif harus menerima kenyataan ikut serta mengangkat senjata melawan Zionis. Di tengah-tengah pergolakan itu, cinta Yousif pada Salwa pun terus bergolak. Yousif tak bisa berdiam diri saja melihat Salwa berdampingan dengan lelaki lain di hari pernikahan.
Kisah dalam novel ini tambah menarik karena diwarnai lika-liku cinta antara Yousif Safi, sang tokoh utama, dan Salwa, seorang gadis cantik di kotanya. Bukan sekadar kisah romantisme sebagai pemanis atau bumbu belaka. Bukan pula kisah cinta remaja yang penuh kecengengan. Yousif bahkan menempatkan Salwa dan Palestina pada tataran yang sama. Cintanya terhadap Palestina sama besarnya dengan cintanya terhadap Salwa. Bahkan ada benang merah yang menghubungkan bahwa perjalanan cintanya terhadap Palestina memiliki alur yang mirip dengan kisah cintanya terhadap Salwa. Inilah kisah seorang anak manusia yang terjebak dalam situasi yang menguji kesetiaannya pada Tuhan, tanah air, dan kemanusiaan. Keunggulan buku ini: Novel peraih PEN-Oakland Award untuk kategori Excellence in Literature, menuturkan pergolakan dalam masyarakat Palestina yang multi-religi menjelang berdirinya negara Zionis Israel.
Kamis, 01 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kamis, 01 Juli 2010
Resensi Novel "My Salwa, My Palestine"
RESENSI
Identitas Buku :
Judul Buku : My Salwa My Palestine
Pengarang : Ibrahim Fawal
Penerbit : Mizania
Tahun terbit : mei 2007
Jumlah Halaman : 586
Ibrahim Fawal menuturkan kisah memilukan terusirnya sebuah bangsa dari tanah air yang telah ribuan tahun mereka diami. Fawal seakan-akan melantunkan nyanyian duka puluhan ribu penduduk Palestina yang dibantai, diperkosa, kehilangan rumah dan keluarga, bahkan kehilangan pandangan hidup karena situasi politik yang nyatanya masih berlangsung hingga saat ini. Bersama dengan itu pecahlah kedamaian antarumat Kristen, Islam, dan Yahudi, yang sebelumnya hidup miskin beratus-ratus tahun di Palestina.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Yousif Safi dan Salwa. Di tengah-tengah gejolak politik Palestina, cinta dua orang muda ini juga sedang bergolak karena tidak mendapat restu orang tua Salwa. Yousif Safi memiliki dua orang sahabat, Amin dan Isaac. Tiga sahabat ini melawati sekolah dasar dan sekolah lanjutan berama-sama. Bersama pula mereka telah tumbuh dari masa bercelana pendek dan bercelana panjang, belajar menghargai perempuan, dan bersenang-senang menangkap burung di gunung. Yousif, Amin, dan Isaac berasal dari latar belakang yang berbeda. Yousif beragama Kristen dan anak tunggal seorang dokter yang paling terkenal di kota dan tak ada yang ragu bahwa ia kaya. Amin seorang Muslim dan anak seorang pembelah batu dan seluruh keluarganya tinggal dalam sebuah rumah berkamar satu di distrik paling tua. Isaac seorang Yahudi dan anak pedagang kain di sebuah toko kecil. Perbedaan di antara ketiganya tidak melunturkan persahabatan mereka. Namun, persahabatan itu akhirnya hancur tak bersisa ketika terjadi pergolakan masyarakat Palestina karena resolusi yang telah diputuskan PBB. Isaac yang notabene seorang Yahudi harus bergabung dengan Zionis untuk melawan Arab, yang di dalamnya ada Yousif dan Amin. Yousif tidak begitu saja setuju untuk angkat senjata melawan Zionis. Yousif yang notabene seorang pelajar yang cerdas menginginkan adanya jalan diplomasi dengan pihak Zionis. Dia menyadari angkat senjata melawan Zionis hanya menyisakan badan-badan tak bernyawa. Namun, perang akhirnya pecah juga. Yousif harus menerima kenyataan ikut serta mengangkat senjata melawan Zionis. Di tengah-tengah pergolakan itu, cinta Yousif pada Salwa pun terus bergolak. Yousif tak bisa berdiam diri saja melihat Salwa berdampingan dengan lelaki lain di hari pernikahan.
Kisah dalam novel ini tambah menarik karena diwarnai lika-liku cinta antara Yousif Safi, sang tokoh utama, dan Salwa, seorang gadis cantik di kotanya. Bukan sekadar kisah romantisme sebagai pemanis atau bumbu belaka. Bukan pula kisah cinta remaja yang penuh kecengengan. Yousif bahkan menempatkan Salwa dan Palestina pada tataran yang sama. Cintanya terhadap Palestina sama besarnya dengan cintanya terhadap Salwa. Bahkan ada benang merah yang menghubungkan bahwa perjalanan cintanya terhadap Palestina memiliki alur yang mirip dengan kisah cintanya terhadap Salwa. Inilah kisah seorang anak manusia yang terjebak dalam situasi yang menguji kesetiaannya pada Tuhan, tanah air, dan kemanusiaan. Keunggulan buku ini: Novel peraih PEN-Oakland Award untuk kategori Excellence in Literature, menuturkan pergolakan dalam masyarakat Palestina yang multi-religi menjelang berdirinya negara Zionis Israel.
Identitas Buku :
Judul Buku : My Salwa My Palestine
Pengarang : Ibrahim Fawal
Penerbit : Mizania
Tahun terbit : mei 2007
Jumlah Halaman : 586
Ibrahim Fawal menuturkan kisah memilukan terusirnya sebuah bangsa dari tanah air yang telah ribuan tahun mereka diami. Fawal seakan-akan melantunkan nyanyian duka puluhan ribu penduduk Palestina yang dibantai, diperkosa, kehilangan rumah dan keluarga, bahkan kehilangan pandangan hidup karena situasi politik yang nyatanya masih berlangsung hingga saat ini. Bersama dengan itu pecahlah kedamaian antarumat Kristen, Islam, dan Yahudi, yang sebelumnya hidup miskin beratus-ratus tahun di Palestina.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Yousif Safi dan Salwa. Di tengah-tengah gejolak politik Palestina, cinta dua orang muda ini juga sedang bergolak karena tidak mendapat restu orang tua Salwa. Yousif Safi memiliki dua orang sahabat, Amin dan Isaac. Tiga sahabat ini melawati sekolah dasar dan sekolah lanjutan berama-sama. Bersama pula mereka telah tumbuh dari masa bercelana pendek dan bercelana panjang, belajar menghargai perempuan, dan bersenang-senang menangkap burung di gunung. Yousif, Amin, dan Isaac berasal dari latar belakang yang berbeda. Yousif beragama Kristen dan anak tunggal seorang dokter yang paling terkenal di kota dan tak ada yang ragu bahwa ia kaya. Amin seorang Muslim dan anak seorang pembelah batu dan seluruh keluarganya tinggal dalam sebuah rumah berkamar satu di distrik paling tua. Isaac seorang Yahudi dan anak pedagang kain di sebuah toko kecil. Perbedaan di antara ketiganya tidak melunturkan persahabatan mereka. Namun, persahabatan itu akhirnya hancur tak bersisa ketika terjadi pergolakan masyarakat Palestina karena resolusi yang telah diputuskan PBB. Isaac yang notabene seorang Yahudi harus bergabung dengan Zionis untuk melawan Arab, yang di dalamnya ada Yousif dan Amin. Yousif tidak begitu saja setuju untuk angkat senjata melawan Zionis. Yousif yang notabene seorang pelajar yang cerdas menginginkan adanya jalan diplomasi dengan pihak Zionis. Dia menyadari angkat senjata melawan Zionis hanya menyisakan badan-badan tak bernyawa. Namun, perang akhirnya pecah juga. Yousif harus menerima kenyataan ikut serta mengangkat senjata melawan Zionis. Di tengah-tengah pergolakan itu, cinta Yousif pada Salwa pun terus bergolak. Yousif tak bisa berdiam diri saja melihat Salwa berdampingan dengan lelaki lain di hari pernikahan.
Kisah dalam novel ini tambah menarik karena diwarnai lika-liku cinta antara Yousif Safi, sang tokoh utama, dan Salwa, seorang gadis cantik di kotanya. Bukan sekadar kisah romantisme sebagai pemanis atau bumbu belaka. Bukan pula kisah cinta remaja yang penuh kecengengan. Yousif bahkan menempatkan Salwa dan Palestina pada tataran yang sama. Cintanya terhadap Palestina sama besarnya dengan cintanya terhadap Salwa. Bahkan ada benang merah yang menghubungkan bahwa perjalanan cintanya terhadap Palestina memiliki alur yang mirip dengan kisah cintanya terhadap Salwa. Inilah kisah seorang anak manusia yang terjebak dalam situasi yang menguji kesetiaannya pada Tuhan, tanah air, dan kemanusiaan. Keunggulan buku ini: Novel peraih PEN-Oakland Award untuk kategori Excellence in Literature, menuturkan pergolakan dalam masyarakat Palestina yang multi-religi menjelang berdirinya negara Zionis Israel.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih :)